WOSM

WOSM

Minggu, 13 Maret 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2000
TENTANG
PENCARIAN DAN PERTOLONGAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dan
Pasal 94 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, pelu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pencarian dan Pertolongan,
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Nomor 53 Tahun 1992,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);
3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Nomor 98 Tahun 1992,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pencarian dan pertolongan untuk selanjutnya disebut SAR (Search and Rescue) adalah usaha dan kegiatan yang
meliputi :
a. mencari, menolong dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah
pelayaran dan atau penerbangan;
b. mencari kapal dan atau pesawat udara yang mengalami musibah;
2. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan, kepelabuhanan serta keamanan
dan keselamatannya;
3. Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pewsawat udara, Bandar
udara, angkutan udara, kemanan dan keselamatan penerbangan serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang
terkait;
4. Musibah pelayaran atau penerbangan adalah kecelakaan yang menimpa kapal dan atau pesawat udara dan tidak
dapat diperkirakan sebelumnya serta dapat membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa manusia;
5. Potensi SAR adalah sumber daya manusia ,sarana, dan prasarana yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang
kegiatan operasi SAR;
6. Unsur SAR (SAR Unit/SRU) adalah potensi SAR yang sudah terbina dan atau siap utnuk digunakan dalam
kegiatan operasi SAR;
7. Operasi SAR adalah :
a. Segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mencari, menolong dan menyelematkan para korban
sebelum mengadakan penanganan berikutnya;
b. Rangkaian kegiatan yang terdiri dari 5(lima) tahap yaitu tahap menyadari, tahap tindak awal, tahap
perencanaan, tahap operasi dan tahap akhir penugasan.
8. Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban musibah pelayaran dan/atau penerbangan serta bencana dan
musibah lainnya dari lokasi bencana/musibah ke tempat penampunan pertama untuk tindakan pengananan
berikutnya;
9. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan, meninggal atau hilang akibat dari musibah pelayaran,
penerbangan atau bencana dan musibah lainnya;
10. Badan SAR Nasional selanjutnya disebut Basarnas adalah instansi pelaksana tugas di bidang pencarian dan
pertolongan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri;
11. Menteri adalah yang bertanggung jawab di bidang SAR.
BAB II
PEMBINAAN DAN PENGERAHAN POTENSI SAR
Pasal 2
(1) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengerahan Potensi SAR;
(2) Pelaksanaancpengerahan Potensi SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (!) dilakukan oleh Basarnas.
Pasal 3
(1) Pembinaan potensi SAR sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi :
a. Pengaturan;
b. Pengawasan; dan
c. Pengendalian;
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Penetapan kebijaksanaan umum; dan
b. Penetapan kebijaksanaan teknis .
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (!) huruf b meliputi:
a. Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan di bidang SAR; dan
b. Penyempurnaan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan di bidang SAR.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi:
a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan di bidang kegiatan
pencarian dan pertolongan; dan
b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan di bidang kegiatan pencarian dan pertolongan.
Pasal 4
Dalam rangka pengerahan Potensi SAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan kegiatan yang meliputi :
a. Perencanaan;
b. Pendayagunaan;
c. Pengembangan;dan
d. Pelaksanaan pengendalian
Pasal 5
(1) Untuk meningkatkan efektivitas operasi SAR, Basarnas melaksanakan pendidikan dan pelatihan SAR;
(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditujukan untuk mengopti,alkan kemampuan
mendeteksi dini, melakukan komunikasi, mencari, menolong dan mengevakuasi.
(3) Tata cara pendidikan dan pelatihan potensi SAR sebagimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri
Pasal 6
(1) Pengerahan potensi SAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) disesuiakan dengan jenis musibah yang
terjadi.
(2) Dalam pelaksanaan operasi SAR, Kepala Basarnas dapat meminta pengerahan potensi SAR kepada
instansi/organisasi yang mempunyai potensi SAR.
(3) Potensi SAR yang memberikan bantuan atas permintaan Kepala Basarnas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dapat diberikan biaya penggantian sesuai kemampuan keuangan negara.
(4) Tata cara pengerahan Potensi SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan biaya penggantian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB III
PELAKSANAAN OPERASI SAR
Pasal 7
(1) Basarnas wajib melakukan siaga SAR 24 (dua puluh empat) jam terus menerus untuk melakukan pemantauan
terhadap kejadian musibah pelayaran dan atau penerbangan.
(2) Pelaksanaan siaga SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung dengan peralatan deteksi dini,
telekomunikasi dan system informasi beserta sarana penunjangnya yang dapat digunakan selama 24 (dua puluh
empat jam);
(3) tata cara pelaksanaan siaga SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 8
Pelaksanaan operasi SAR didukung dengan fasilitas dan alat peralatan SAR yang memadai.
Pasal 9
(1) Penanganan terhadap musibah pelayaran yang terjadi di daerah lingkungan kerja dan atau daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan menjadi tanggung jawab pejabat yang berwenang di daerah lingkungan kerja dan atau
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.
(2) Penanganan terhadap musibah penerbangan yang terjadi di daerah lingkungan kerja dan atau daerah lingkungan
kepentingan bandar udara menjadi tanggung jawab pejabat yang berwenang di daerah lingkungan kerja dan atau
daerah lingkungan kepentingan bandar udara.
Pasal 10
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menyatakan penghentian atau selesai terhadap operasi SAR dengan
pertimbangan :
a. Seluruh korban telah berhasil ditemukan, ditolong dan dievakuasi;
b. Setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak dimulainya operasi SAR tidak ada tanda-tanda korban akan
ditemukan.
(2) Operasi SAR yang telah dihentikan atau dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuka
kembali dengan pertimbangan adanya informasi baru mengenai indikasi diketemukannya lokasi dan atau
korban musibah.
(3) Operasi SAR dapat diperpanjang pelaksanaanya atas permintaan dengan biaya ditanggung oleh pihak yang
meminta.
(4) Tata cara penghentian atau pernyataan selesai operasi SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
perpanjangan pelaksanaan operasi SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 11
Penanganan musibah yang terjadi di wilayah yang berbatasan dengan wilayah negara lain dapat dilakukan
berdasarkan perjanjian kerjasam bilateral atau multilateral.
Pasal 12
(1) Unsur SAR Indonesia yang akan ditugaskan untuk pelaksanaan operasi SAR ke wilayah negara lain terlebih
dahulu harus mendapatkan izin (clearence) dari negara yang bersangkutan.
(2) Untuk mendapatkan izin (clearence) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Basarnas melakukan koordinasi
dengan Rescue Coordination Centre (RCC) negara yang bersangkutan atau perwakilan negara tersebut di
Indonesia.
Pasal 13
(1) Unsur SAR negara lain yang akan ditugaskan untuk pelaksanaan operasi SAR ke wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia, terlebih dulu wajib mendapatkan izin (clearence) dari negara Republik Indonesia.
(3) Untuk mendapatkan izin (clearence) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Rescue Coordination Centre (RCC)
atau perwakilan negara yang bersangkutan melakukan koordinasi dengan Basarnas atau perwakilan negara
tersebut di Indonesia.
Pasal 14
(1) Unsure SAR negara lain yang didatangkan atas permintaan Pemerintah Republik Indonesia, biaya
operaionalnya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia.
(2) Unsure SAR negara lain yang atas permintaannya sendiri membantu pelaksanaan operasi SAR di wilayah
Republik Indonesia maka biaya operasionalnya tidak menjadi tanggung jawab pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 15
Potensi Sar berupa kapal dan atau pesawat udara yang diikutsertakana dalam operasi SAR diberikan kemudahan dan
prioritas pelayanan untuk kelancaran operasi SAR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IV
WILAYAH TANGGUNG JAWAB SAR
Pasal 16
Wilayah tanggung jawab SAR meliputi seluruh wilayah territorial Republik Indonesia.
Pasal 17
(1) Untuk kepentingsn peningkatan efisiensi pelaksanaan operasi SAR wilayah territorial Republik Indonesia
ditetapkan pembagian wilayah tanggung jawab SAR.
(2) Pembagian wilayah tanggung jawab SAR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai
pencarian dan pertolongan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 20
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1972 tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1951 tentang Dinas Pencari dan Pemberi Pertolongan untuk Kapal-Kapal
Laut dan Udara yang Mendapat Kecelakaan (Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1972) dinyatakan tidal berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Pebruari 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Pebruari 2000
Pj.SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BONDAN GUNAWAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 25
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2000
TENTANG
PENCARIAN DAN PERTOLONGAN
UMUM
Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk mem perlancar roda perekonomian,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mempengarui semua aspek kehidupan bangsa dan negara dalam
rangka memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara dan meningkatkan Ketahanan Nasional serta memperkuat
hubungan antar bangsa.
Menyadari arti penting peranan tersebut, maka penyediaan jasa trasportasi harus mencerminkan pelayanan angkutan
yang aman, cepat, lancar, tertib, teratur dan selamat serta dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan rasa aman bagi penggina jasa transportasi khusunya angkutan laut dan udara mak perlu
ditunjang dengan kegiatan pencarian dan pertolongan yang cepat, tepat dan andal.
Selain itu dalam rangka pembangunan hukum nasional untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum,
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1972 tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1951
tentang Dinas Pencari dan Pemberi Pertolongan untuk Kapal-Kapal Laut dan Udara yang Mendapat Kecelakaan,
perlu segera diganti dengan Peraturan Pemerintah yang baru karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transportasi.
Atas dasar tersebut diatas, maka disusunlah Peraturan Pemerintah tentang Pencarian dan Pertolongan(search and
rescue) sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.Dengan Peraturan Pemerintah ini diharapkan agar
penyelenggaraan pencarian dan pertolongan dapat lebih bermanfaat dengan berdasarkan pada asas kemanusiaan,
tanggung jawa, keterpaduan dan kesadaran hukum.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Yang dimaksud dengan sarana operasi SAR antara lain pesawat udara, kapal, ambulance, peralatan SAR, alat-alat
berat.
Yang dimaksud prasarana SAR antara lain terminal, pelabuhan, Bandar udara, depo Pertamina, rumah sakit,
lapangan.
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Selama ini pelaksanaan pengerahan potensi SAR telah dilakukan oleh badan SAR Nasional yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979 tentang perubahan Lampiran-lampiran
3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15 dan 16 Keputusan Presiden Nomor 45 tahun 1974 tentang Susunan Organisasi
Departemen.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan SAR sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak mengurangi tanggung
jawab untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia masing-masing instansi/organisasi potensi SAR.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan deteksi dini adalah kegiatan untuk mengetahui berita/informasi terjadinya musibah
pelayaran dan atau penerbangan secapat mubgkin.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Pengerahan potensi SAR disesuaikan jenis musibah yang terjadi dimaksudkan untuk menghindari pengerahan
potensi SAR yang tidak efektif.
Ayat (2)
Yang dimaksud instansi/organisasi yang mempunyai potensi SAR antara lain instansi pemerintah (sipil,TNI dan
POLRI), organisasi kemasyarakatan dan swasta.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sarana penunjang antara lain genset dan komp uter.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang di daerah lingkungan kerja dan atau lingkungan pelabuhan adalah pelaksana fungsi
keselamatan pelayaran atau Kepala Kantor Pelabuhan.
Ayat (2)
Pejabat yang berwenang di daerah lingkungan kerja Bandar udara dan atau kawasan keselamatan operasi
penerbangan saat ini adalah Kepala Kantor Bandara Udara atau Kepala Cabang Badan Usaha Kebandarudaraan.
Pasal 10
Ayat (1)
Penghentian operasi SAR diperlukan untuk menghindari pelaksanaan SAR yang berlarut-larut dan memberikan
kepastian hokum.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penghentian atau pernyataan selesainya operasi SAR dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak dimulainya operasi
SAR dilakukan dengan pertimbangan tidak adanya tanda-tanda korban ditemukan yang secara normal daya tahan
manusi tanpa makan dan minum hanya 7 (tujuh) hari.
Apabila korban masih hidup, diperkirakan korban dengan segala upaya telah menemukan suatu tempat yang dapat
memberikan pertolongan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan permintaan Pemerintah Republik Indonesia adalah permintaan yang dilakukan oleh Kepala
Basarnas selaku koordinator SAR.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Pengertian kemudahan dan prioritas yang diatur dalam ketentuan ini antara lain pengisian bahan bakar minyak,
urusan kepabeanan, keimigrasian, pengisian air dan pendaratan
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Pengertian pembagian wilayah tanggung jawab SAR sebagaimana dalam ketentuan ini adalah wilayah tanggung
jawab unit pelaksana teknis Basarnas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Kegiatan pencarian dan pertolongan di luar musibah pelayaran dan penerbangan bukan merupakan tugas pokok
Basarnas namun demikian setiap saat Basarnas siap membantu apabila diminta oleh instansi yang bertanggung
jawab di bidang tersebut.
Bencana adalah suatu peristiwa yang mendadak atau secara berlanjut mengakibatkan dampak terhadap pola
kehidupan normal yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan timbulnya korban manusia,
kerugian harta benda, kerusakan sarana/prasarana, lingkungan dan atau fasailitas umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tat kehidupan dan penghidupan manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan musibah lainnya antara lain kejadian yang diakibatkan oleh jatuhnya benda
antarariksa dan kecelakaan transportasi darat.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3938
SUMBER :LEMBAR LEPAS SEKNEG

Minggu, 20 Februari 2011

PRAMUKA


KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 104 TAHUN 2004

TENTANG

PENGESAHAN ANGGARAN DASAR

GERAKAN PRAMUKA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peranan Gerakan Pramuka diperlukan Anggaran Dasar yang mencerminkan aspirasi, visi, dan misi seluruh Gerakan Pramuka Indonesia, sehingga secara efektif dapat dijadikan landasan kerja Gerakan Pramuka Indonesia;
b. bahwa untuk mewujudkan upaya sebagaimana dimaksud pada butir a, telah dilaksanakan penyempurnaan atas Anggaran Dasar Gerakan Pramuka melalui pembahasan dalam Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 2003 yang berlangsung dari tanggal 15 sampai dengan 19 Desember 2003 di Pontianak, Kalimantan Barat;
c. bahwa sehubungan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dipandang perlu mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dihasilkan dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 2003 pada tanggal 15 sampai dengan 19 Desember 2003 di Pontianak, Kalimantan Barat, dengan Keputusan Presiden;

Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR GERAKAN PRAMUKA.

Pasal 1

Mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka sebagaimana terlampir dalam Keputusan Presiden ini.

Pasal 2

Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 3

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Plt. Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan
Aparatur Negara,


Faried Utomo













LAMPIRAN
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 104 Tahun 2004
TANGGAL : 18 Oktober 2004




ANGGARAN DASAR GERAKAN PRAMUKA


PEMBUKAAN


Bahwa persatuan dan kesatuan bangsa dalam negara kesatuan yang adil dan makmur, materiil dan spiritual serta beradab merupakan adicita bangsa Indonesia yang mulai bangkit dan siaga sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Adicita itu pulalah yang merupakan dorongan para Pemuda Indonesia melakukan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Untuk lebih menggalang persatuan merebut kemerdekaan, dan dengan jiwa dan semangat Sumpah Pemuda inilah Rakyat Indonesia berjuang untuk kemerdekaan nusa dan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ini merupakan karunia dan berkah rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Bahwa gerakan kepanduan nasional yang lahir dan mengakar di bumi nusantara merupakan bagian terpadu dari gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya, gerakan kepanduan nasional Indonesia mempunyai andil yang tidak ternilai dalam sejarah perjuangan kemerdekaan itu. Jiwa kesatria yang patriotik telah mengantarkan para pandu ke medan juang bahu-membahu dengan para pemuda untuk mewujudkan adicita rakyat Indonesia dalam menegakkan dan mandegani Negara Kesatuan Republik Indonesia selama-lamanya.

Bahwa kaum muda sebagai potensi bangsa dalam menjaga kelangsungan bangsa dan negara mempunyai kewajiban melanjutkan perjuangan bersama-sama orang dewasa berdasarkan kemitraan yang bertanggung jawab.

Bahwa Gerakan Pramuka, sebagai kelanjutan dan pembaruan gerakan kepanduan nasional, dibentuk karena dorongan kesadaran bertanggung jawab atas kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan asas Pancasila, Gerakan Pramuka menyelenggarakan upaya pendidikan bagi kaum muda melalui kepramukaan, dengan sasaran meningkatkan sumber daya kaum muda, mewujudkan masyarakat madani, dan melestarikan keutuhan:
- negara kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika;
- ideologi Pancasila;
- kehidupan rakyat yang rukun dan damai;
- lingkungan hidup di bumi nusantara.

Bahwa dalam upaya meningkatkan dan melestarikan hal-hal tersebut, Gerakan Pramuka menyelenggarakan pendidikan nonformal, melalui kepramukaan, sebagai bagian pendidikan nasional dilandasi Sistem Among dengan Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan.

Atas dasar pertimbangan dan makna yang terkandung dalam uraian di atas, maka disusunlah anggaran dasar Gerakan Pramuka


ANGGARAN DASAR



BAB I
NAMA, STATUS, TEMPAT, DAN WAKTU

Pasal 1

Nama, Status, dan Tempat

(1) Organisasi ini bernama Gerakan Pramuka yaitu Gerakan Kepanduan Praja Muda Karana.
(2) Gerakan Pramuka berstatus badan hukum.
(3) Gerakan Pramuka berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 2

Waktu


(1) Gerakan Pramuka didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961 tanggal 20 Mei 1961, sebagai kelanjutan dan pembaruan gerakan kepanduan nasional Indonesia.
(2) Hari Pramuka adalah tanggal 14 Agustus.

BAB II
ASAS, TUJUAN, TUGAS POKOK, DAN FUNGSI,

Pasal 3
Asas
Gerakan Pramuka berasaskan Pancasila
Pasal 4
Tujuan
Gerakan Pramuka mendidik dan membina kaum muda Indonesia guna mengembangkan mental, moral, spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisiknya sehingga menjadi:
a. manusia berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur yang:
1). beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kuat mental, emosional, dan tinggi moral
2). tinggi kecerdasan dan mutu keterampilannya
3). kuat dan sehat jasmaninya
b. warga negara Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan, baik lokal, nasional, maupun internasional.

Pasal 5

Tugas Pokok

Gerakan Pramuka mempunyai tugas pokok menyelenggarakan kepramukaan bagi kaum muda guna menumbuhkan tunas bangsa agar menjadi generasi yang lebih baik, bertanggung jawab, mampu membina dan mengisi kemerdekaan nasional serta membangun dunia yang lebih baik.

Pasal 6

Fungsi

Gerakan Pramuka berfungsi sebagai lembaga pendidikan non formal, di luar sekolah dan di luar keluarga, dan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda berlandaskan Sistem Among dengan menerapkan Prinsip Dasar Kepramukaan, Metode Kepramukaan, dan Motto Gerakan Pramuka yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia.

BAB III

SIFAT, UPAYA DAN USAHA

Pasal 7

Sifat
  1. Gerakan Pramuka adalah gerakan kepanduan nasional Indonesia.
  2. Gerakan Pramuka adalah organisasi pendidikan yang keanggotaannya bersifat sukarela, tidak membedakan suku, ras, golongan, dan agama.
(3) Gerakan Pramuka bukan organisasi kekuatan sosial-politik, bukan bagian dari salah satu organisasi kekuatan sosial-politik dan tidak menjalankan kegiatan politik praktis.
(4) Gerakan Pramuka ikut serta membantu masyarakat dengan melaksanakan pendidikan bagi kaum muda, khususnya pendidikan non formal di luar sekolah dan di luar keluarga.
(5) Gerakan Pramuka menjamin kemerdekaan tiap-tiap anggotanya untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.


Pasal 8

Upaya dan Usaha

  1. Segala upaya dan usaha Gerakan Pramuka diarahkan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka.
a. Menanamkan dan menumbuhkan budi pekerti luhur dengan cara memantapkan mental, moral, fisik, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman melalui kegiatan:
1) Keagamaan, untuk meningkatkan iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menurut agama masing-masing
2) Kerukunan hidup beragama antar umat seagama dan antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain
3). Penghayatan dan pengamalan Pancasila untuk memantapkan jiwa Pancasila dan mempertebal kesadaran sebagai warga negara yang bertanggungjawab terhadap kehidupan dan masa depan bangsa dan negara
4) Kepedulian terhadap sesama hidup dan alam seisinya
5) Pembinaan dan pengembangan minat terhadap kemajuan teknologi dengan keimanan dan ketakwaan
b. Memupuk dan mengembangkan rasa cinta dan setia kepada tanah air dan bangsa;
c. Memupuk dan mengembangkan persatuan dan kebangsaan;
d. Memupuk dan mengembangkan persaudaraan dan persahabatan baik nasional maupun internasional;
e. Menumbuhkembangkan pada para anggota rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif, rasa tanggung jawab dan disiplin;
f. Menumbuhkembangkan jiwa dan sikap kewirausahaan;
g. Memupuk dan mengembangkan kepemimpinan;
h. Membina dan melatih jasmani, panca indera, daya pikir, penelitian, kemandirian dan sikap otonom, keterampilan, dan hasta karya.

  1. Upaya dan usaha untuk mencapai tujuan itu diarahkan pada pembinaan watak, mental, emosional, jasmani dan bakat serta peningkatan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan dan kecakapan melalui berbagai kegiatan kepramukaan.
  1. Kepramukaan ialah proses pendidikan luar lingkungan sekolah dan di luar keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis, yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak;
  2. Menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam pertemuan dan perkemahan baik lokal, nasional maupun internasional untuk memupuk rasa persahabatan, persaudaraan dan perdamaian;
          1. Menyelenggarakan kegiatan bakti masyarakat dan ekspedisi;
          2. Mengadakan kemitraan, kerjasama dengan organisasi kepemudaan lain untuk memupuk dan mengembangkan semangat kepeloporan dan pengabdian kepada masyarakat, baik lokal, nasional maupun internasional;
  1. Mengadakan kerjasama baik dengan instansi pemerintah maupun swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
          1. Memasyarakatkan Gerakan Pramuka dan kepramukaan khususnya di kalangan kaum muda.

  1. Untuk menunjang upaya dan usaha serta mencapai tujuan Gerakan Pramuka, diadakan prasarana dan sarana yang memadai berupa organisasi, personalia, perlengkapan, dana, komunikasi, dan kerjasama.


BAB IV
SISTEM AMONG, PRINSIP DASAR KEPRAMUKAAN,
KODE KEHORMATAN, METODE KEPRAMUKAAN, MOTTO
DAN KIASAN DASAR GERAKAN PRAMUKA

Pasal 9

Sistem Among

  1. Pendidikan nasional bersendikan Sistem Among, artinya menanamkan jiwa merdeka yang mengandung sifat disiplin diri dan mandiri dalam rangka saling ketergantungan.
  2. Sistem Among berarti mendidik anak menjadi manusia merdeka jasmani, rohani, dan pikirannya, disertai rasa tanggung jawab dan kesadaran akan pentingnya bermitra dengan orang lain.
  3. Dalam Sistem Among, pendidik dituntut bersikap dan berperilaku:
  1. Ing ngarso sung tulodo ;
  2. Ing madyo mangun karso;
  3. Tut wuri handayani .

Pasal 10

Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan
(1) Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan merupakan ciri khas yang membedakan kepramukaan dari pendidikan lain.
(2) Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan merupakan dua unsur proses pendidikan terpadu yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan.
(3) Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan dilaksanakan sesuai dengan kepentingan, kebutuhan, situasi, dan kondisi masyarakat.


Pasal 11
Prinsip Dasar Kepramukaan
(1) Prinsip Dasar Kepramukaan adalah :
a. iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya;
c. peduli terhadap diri pribadinya;
d. taat kepada Kode Kehormatan Pramuka.

(2) Prinsip Dasar Kepramukaan berfungsi sebagai:
a. norma hidup seorang anggota Gerakan Pramuka;
b. landasan Kode Etik Gerakan Pramuka;
c. landasan sistem nilai Gerakan Pramuka;
d. pedoman dan arah pembinaan kaum muda anggota Gerakan Pramuka;
e. landasan gerak dan kegiatan Gerakan Pramuka mencapai sasaran dan tujuannya.


Pasal 12

Metode Kepramukaan

Metode Kepramukaan merupakan cara belajar interaktif progresif melalui:
a. pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
b. belajar sambil melakukan;
c. sistem berkelompok;
d. kegiatan yang menantang dan meningkat serta mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan rohani dan jasmani peserta didik;
e. kegiatan di alam terbuka;
f. sistem tanda kecakapan;
g. sistem satuan terpisah untuk putera dan untuk puteri;
h. kiasan dasar.


Pasal 13

Kode Kehormatan Pramuka

  1. Kode Kehormatan Pramuka yang terdiri atas Janji yang disebut Satya dan Ketentuan Moral yang disebut Darma merupakan satu unsur dari Metode Kepramukaan dan alat pelaksanaan Prinsip Dasar Kepramukaan.
  2. Kode Kehormatan Pramuka merupakan Kode Etik anggota Gerakan Pramuka baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat sehari-hari yang diterimanya dengan sukarela serta ditaati demi kehormatan dirinya.
(3) Kode Kehormatan Pramuka bagi anggota Gerakan Pramuka disesuaikan dengan golongan usia dan perkembangan rohani dan jasmaninya yaitu:
a. Kode Kehormatan Pramuka Siaga terdiri atas Dwisatya dan Dwidarma;
b. Kode Kehormatan Pramuka Penggalang terdiri atas Trisatya Pramuka Penggalang dan Dasadarma;
c. Kode Kehormatan Pramuka Penegak dan Pandega terdiri atas Trisatya Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega dan Dasadarma;
d. Kode Kehormatan Pramuka Dewasa terdiri atas Trisatya Anggota Dewasa dan Dasadarma.


Pasal 14

Motto Gerakan Pramuka
(1) Motto Gerakan Pramuka merupakan bagian terpadu proses pendidikan untuk mengingatkan setiap anggota Gerakan Pramuka bahwa setiap mengikuti kegiatan berarti mempersiapkan diri untuk mengamalkan Kode Kehormatan.
(2) Motto Gerakan Pramuka adalah :
“Satyaku kudarmakan, Darmaku kubaktikan.”

Pasal 15

Kiasan Dasar
Penyelenggaraan kepramukaan dikemas dengan menggunakan Kiasan Dasar bersumber pada sejarah perjuangan dan budaya bangsa.


BAB V
ORGANISASI

Pasal 16

Anggota

(1) Anggota Gerakan Pramuka adalah warga negara Republik Indonesia yang terdiri atas:
a. Anggota biasa :
1) Anggota muda : Siaga, Penggalang dan Penegak.
2) Anggota dewasa:
a) Anggota Dewasa Muda : Pandega
b) Anggota Dewasa : Pembina Pramuka, Pembantu Pembina Pramuka, Pelatih Pembina Pramuka, Pembina Profesional, Pamong Saka, Instruktur Saka, Pimpinan Saka, Andalan, Pembantu Andalan, Anggota Majelis Pembimbing

b. Anggota kehormatan:
  1. anggota dewasa purna bakti
  2. orang-orang yang bersimpati dan berjasa kepada Gerakan Pramuka
(2) Warga negara asing dapat bergabung dalam suatu gugusdepan sebagai anggota tamu.


Pasal 17
Hak dan Kewajiban
(1) Setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban.
(2) Hak dan kewajiban tersebut akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


Pasal 18

Jenjang Organisasi
Organisasi Gerakan Pramuka berjenjang sebagai berikut:
a. Anggota muda dan anggota dewasa muda Gerakan Pramuka dihimpun dalam gugus depan-gugusdepan dan anggota dewasa dihimpun di Kwartir.
b. Gugusdepan-gugusdepan dikoordinasikan oleh Kwartir Ranting yang meliputi suatu wilayah Kecamatan/Distrik.
c. Ranting-ranting dihimpun dan dikoordinasikan oleh Kwartir Cabang meliputi wilayah Kabupaten atau Kota.
d. Cabang-cabang dihimpun dan dikoordinasikan oleh Kwartir Daerah meliputi wilayah Propinsi.
e. Daerah-daerah dihimpun dan dikoordinasikan oleh Kwartir Nasional meliputi wilayah Republik Indonesia.
f. Di perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dapat dibentuk gugusdepan di bawah pembinaan Kwartir Nasional.


Pasal 19

Pramuka Utama
Kepala Negara Republik Indonesia adalah Pramuka Utama.

Pasal 20

Kepengurusan

  1. Di tingkat Gugusdepan Gerakan Pramuka dipimpin oleh pembina gugusdepan.
  2. Di tingkat Ranting Gerakan Pramuka dipimpin secara kolektif oleh Pengurus Kwartir Ranting.
  3. Di tingkat Cabang Gerakan Pramuka dipimpin secara kolektif oleh Pengurus Kwartir Cabang.
  4. Di tingkat Daerah Gerakan Pramuka dipimpin secara kolektif oleh Pengurus Kwartir Daerah.
  5. Di tingkat Nasional Gerakan Pramuka dipimpin secara kolektif oleh Pengurus Kwartir Nasional.
  6. Pergantian Pengurus Gerakan Pramuka dilaksanakan pada waktu musyawarah.
(7) Kepengurusan baru dalam jajaran Ranting sampai dengan Nasional terdiri dari unsur Pengurus lama dan Pengurus baru.



Pasal 21
Satuan Karya Pramuka
  1. Satuan Karya Pramuka, disingkat Saka, adalah wadah pendidikan guna menyalurkan minat, mengembangkan bakat, dan pengalaman para Pramuka dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Saka juga memotivasi mereka untuk melaksanakan kegiatan nyata dan produktif sehingga memberi bekal bagi kehidupannya, untuk melaksanakan pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara, sesuai dengan aspirasi pemuda Indonesia dan tuntutan perkembangan pembangunan dalam rangka peningkatan ketahanan nasional.
(2) Saka di tingkat Kwartir dipimpin secara kolektif oleh Pimpinan Saka. Pimpinan Saka adalah bagian integral dari Kwartir.


Pasal 22

Dewan Kerja
Dewan Kerja merupakan bagian integral dari Kwartir yang berfungsi sebagai wahana kaderisasi kepemimpinan, dan bertugas mengelola kegiatan Pramuka Penegak dan Pandega.


Pasal 23

Lembaga Pendidikan Kader Gerakan Pramuka
  1. Lembaga Pendidikan Kader Gerakan Pramuka merupakan bagian integral dari Kwartir dan berfungsi sebagai wadah Pembinaan Anggota Dewasa.
(2) Lembaga Pendidikan Kader Gerakan Pramuka berada di tingkat Cabang, Daerah, dan Nasional.

Pasal 24

Bimbingan
  1. Kwartir Nasional diberi bimbingan dan bantuan yang bersifat moral, organisatoris, materiil, dan finansial oleh Majelis Pembimbing Nasional yang diketuai oleh Presiden Republik Indonesia dengan beranggotakan tokoh masyarakat yang memiliki perhatian kepada Gerakan Pramuka.
  2. Kwartir Daerah diberi bimbingan dan bantuan yang bersifat moral, organisatoris, materiil, dan finansial oleh Majelis Pembimbing Daerah yang diketuai oleh Gubernur beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap pembinaan generasi muda.
  3. Kwartir Cabang diberi bimbingan dan bantuan yang bersifat moral, organisatoris, materiil, dan finansial oleh Majelis Pembimbing Cabang yang diketuai oleh Bupati atau Walikota dengan beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap pembinaan generasi muda.
  4. Kwartir Ranting diberi bimbingan dan bantuan yang bersifat moral, organisatoris, materiil, dan finansial oleh Majelis Pembimbing Ranting yang diketuai oleh Camat/Kepala Distrik dengan beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap pembinaan generasi muda.
(5) Gugusdepan diberi bimbingan dan bantuan yang bersifat moral, organisatoris, materiil, dan finansial oleh Majelis Pembimbing Gugusdepan yang terdiri atas orang tua peserta didik dan tokoh masyarakat di sekitar gugusdepan.
(6) Satuan Karya Pramuka diberi bimbingan dan bantuan oleh Majelis Pembimbing yang bersifat moral, organisatoris, materiil, dan finansial oleh Pimpinan Satuan Karya Pramuka yang terdiri atas tokoh pemerintahan dan masyarakat.

Pasal 25

Pemeriksaan Keuangan

1) Badan Pemeriksa Keuangan Gerakan Pramuka adalah badan independen yang dibentuk Musyawarah Gerakan Pramuka dan bertanggungjawab kepada Musyawarah Gerakan Pramuka.
(2) Badan Pemeriksa Keuangan berfungsi mengawasi dan memeriksa keuangan Kwartir.
(3) a. Personalia Badan Pemeriksa Keuangan berjumlah minimal 3 orang anggota Gerakan Pramuka ditambah seorang staf yang memiliki kompetensi dalam bidang keuangan.
b. Badan Pemeriksa Keuangan dibantu oleh Akuntan Publik.
(4) Badan Pemeriksa Keuangan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Penyelenggaraan.

BAB VI

MUSYAWARAH DAN REFERENDUM
Pasal 26
Musyawarah
(1) Musyawarah Nasional
a. Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka adalah forum tertinggi dalam Gerakan Pramuka.
b. Musyawarah Nasional diadakan lima tahun sekali.
c. Acara pokok Musyawarah Nasional adalah:
  1. Pertanggungjawaban Kwartir Nasional selama masa baktinya, termasuk pertanggungjawaban keuangan
  2. Menetapkan Rencana Strategik 5 tahun.
  3. Menetapkan kepengurusan Kwartir Nasional untuk masa bakti 5 tahun berikutnya.
d. Jika ada hal-hal yang luar biasa dan bersifat mendesak, maka di antara dua waktu Musyawarah Nasional dapat diadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa.
e. Pimpinan Musyawarah Nasional adalah suatu presidium yang dipilih oleh Musyawarah Nasional.

(2) Musyawarah Daerah
  1. Musyawarah Daerah diadakan lima tahun sekali.
b. Acara pokok Musyawarah Daerah adalah:
1) Pertanggungjawaban Kwartir Daerah selama masa baktinya termasuk, pertanggungjawaban keuangan.
2) Menetapkan Rencana Kerja 5 tahun.
3) Menetapkan kepengurusan Kwartir Daerah untuk masa bakti 5 tahun berikutnya.
c. Jika ada hal-hal yang luar biasa dan bersifat mendesak, maka di antara dua waktu Musyawarah Daerah dapat diadakan Musyawarah Daerah Luar Biasa.
d. Pimpinan Musyawarah Daerah adalah suatu presidium yang dipilih oleh Musyawarah Daerah.
(3) Musyawarah Cabang
  1. Musyawarah Cabang diadakan lima tahun sekali.
b. Acara pokok Musyawarah Cabang adalah:
1) Pertanggungjawaban Kwartir Cabang selama masa baktinya termasuk, pertanggungjawaban keuangan.
2) Menetapkan Rencana Kerja 5 tahun.
3) Menetapkan kepengurusan Kwartir Cabang untuk masa bakti 5 tahun berikutnya.
c. Jika ada hal-hal yang luar biasa dan bersifat mendesak, maka di antara dua waktu Musyawarah Cabang dapat diadakan Musyawarah Cabang Luar Biasa.
d. Pimpinan Musyawarah Cabang adalah suatu presidium yang dipilih oleh Musyawarah Cabang.
(4) Musyawarah Ranting
  1. Musyawarah Ranting diadakan tiga tahun sekali.
b. Acara pokok Musyawarah Ranting adalah:
1) Pertanggungjawaban Kwartir Ranting selama masa baktinya termasuk, pertanggungjawaban keuangan.
2) Menetapkan Rencana Kerja 3 tahun.
3) Menetapkan kepengurusan Kwartir Ranting untuk masa bakti 3 tahun berikutnya.
c. Jika ada hal-hal yang luar biasa dan bersifat mendesak, maka di antara dua waktu Musyawarah Ranting dapat diadakan Musyawarah Ranting Luar Biasa.
d. Pimpinan Musyawarah Ranting adalah suatu presidium yang dipilih oleh Musyawarah Ranting.

(5) Musyawarah Gugusdepan
  1. Musyawarah Gugusdepan diadakan tiga tahun sekali.
b. Acara pokok Musyawarah Gugusdepan adalah:
1) Pertanggungjawaban Pembina Gugusdepan selama masa baktinya termasuk, pertanggungjawaban keuangan.
2) Menetapkan Rencana Kerja 3 tahun.
3) Menetapkan Pembina Gugusdepan untuk masa bakti 3 tahun berikutnya.
c. Jika ada hal-hal yang luar biasa dan bersifat mendesak, maka di antara dua waktu Musyawarah Gugusdepan dapat diadakan Musyawarah Gugusdepan Luar Biasa.
d. Pimpinan Musyawarah Gugusdepan adalah suatu presidium yang dipilih oleh Musyawarah Gugusdepan.

Pasal 27
Referendum
Dalam menghadapi hal-hal yang luar biasa, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dapat menyelenggarakan suatu referendum.


BAB VII

PENDAPATAN DAN KEKAYAAN

Pasal 28
Pendapatan
Pendapatan Gerakan Pramuka diperoleh dari:
a. iuran anggota;
b. bantuan majelis pembimbing;
c. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat;
d. sumber lain yang tidak bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dengan Kode Kehormatan Pramuka.
e. usaha dana, badan usaha/koperasi yang dimiliki Gerakan Pramuka.


Pasal 29
Kekayaan
(1) Kekayaan Gerakan Pramuka terdiri dari barang bergerak dan tidak bergerak serta hak milik intelektual
(2) Pengalihan kekayaan Gerakan Pramuka yang berupa aset tetap harus diputuskan berdasarkan hasil Rapat Pleno Pengurus Kwartir dan persetujuan Mabi.


BAB VIII
ATRIBUT
Pasal 30
Lambang
Lambang Gerakan Pramuka adalah tunas kelapa.


Pasal 31

Bendera
Bendera Gerakan Pramuka berbentuk empat persegi panjang, berukuran tiga banding dua, warna dasar putih dengan lambang Gerakan Pramuka di tengah berwarna merah, di atas dan di bawah lambang Gerakan Pramuka terdapat garis merah sepanjang “panjang bendera” dan di sisi tiang terdapat garis merah sepanjang “lebar bendera”.


Pasal 32
Panji
Panji Gerakan Pramuka adalah Panji Gerakan Pendidikan Kepanduan Nasional Indonesia yang dianugerahkan oleh Presiden Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 448 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961.


Pasal 33
Himne
Himne Gerakan Pramuka adalah lagu Satya Darma Pramuka.


Pasal 34

Pakaian Seragam dan Tanda-tanda

Untuk mempererat rasa persatuan dan kesatuan serta meningkatkan disiplin, anggota Gerakan Pramuka menggunakan pakaian seragam beserta tanda-tandanya.

BAB IX

ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 35
Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka
(1) Anggaran Dasar Gerakan Pramuka ini dijabarkan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka.
(2) Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka ditetapkan oleh Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka ini.


BAB X

PEMBUBARAN

Pasal 36

Pembubaran
(1) a. Gerakan Pramuka hanya dapat dibubarkan oleh Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka yang khusus diadakan untuk itu.
b. Musyawarah Nasional tersebut harus diusulkan oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah daerah.
c. Musyawarah Nasional untuk membicarakan usul pembubaran Gerakan Pramuka dinyatakan sah jika dihadiri oleh utusan dari sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah daerah.
d. Usul pembubaran Gerakan Pramuka diterima oleh Musyawarah Nasional jika disetujui dengan suara bulat.
(2) Jika Gerakan Pramuka dibubarkan, maka cara penyelesaian harta benda milik Gerakan Pramuka ditetapkan oleh Musyawarah Nasional yang mengusulkan pembubaran itu.
BAB XI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 37

Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan dalam Musyawarah Nasional yang dihadiri oleh utusan daerah sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah daerah.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka diterima oleh Musyawarah Nasional jika disetujui oleh sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah suara yang hadir.


BAB XII
PENUTUP

Pasal 38

Penutup
Anggaran Dasar ini ditetapkan oleh Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka yang diselenggarakan di Pontianak Kalimantan Barat pada tanggal 15 sampai dengan 19 Desember 2003.